Ting….ting….ting…..
Dengung suara bel menghampiri seluruh kamar di pondok, lampu-lampu yang tadinya padam
kini kembali menyala, sejenak aku kedipkan mataku supaya pandangan agak lebih jelas,
akupun segera bangkit, meskipun tubuhku masih terasa sedikit kaku setelah tidur nyenyak
semalam. Dari kejahuan, Nampak jam dinding yang bertenger didepan kantor pengurus
menunjukkan pukul 3 pagi, beberapa santri mulai bergegas menuju dapur sambil membawa
piring untuk sahur.
Aku mengajak iwan dan danang untuk sahur, kami bertiga berjalan menuju dapur dengan mata
sedikit ngantuk, seperti orang mengginggau. Shubuh ini tidak terlalu antri sehingga kami dapat
mengambil makan dengan lancar. Lauknya cukup sederhana, setidaknya untuk ukuran hidangan
sahur, hanya tempe plus krupuk.
Bagiku, ramadhan kali ini benar-benar berbeda, tidak ada sup ayam khas ibuku tak ada juga
acara komedi di TV yang selalu menemani sahur keluargaku, yang ada hanyalah hembusan
angin shubuh yang membawa suara lantunan qiroah dari masjid.
Sudah sekitar sebulan aku di pondol Al-ishlah ini, tapi kenikmatan-kenikmatan di rumah masih
sangat terniang, terutama pada saat ramadhan seperti ini. Aku masih ingat pesan bapak ketika
mengantarkanku ke pondok.” Seno, besok nyari teman yang banyak…., supaya kamu kerasan”.
Aku langsung menganggukkan kepalaku waktu itu. Diantara teman-teman yang sudah kukenal
iwan dan danang adalah yang paling akrab, kami bertiga selalu melakukan aktifitas bersama
mulai dari berangkat ke masjid hingga tidur malam.
Pagi merangkak begitu berlahan. Aktifitas dipondok masih berjalan seperti biasanya, khusus
hari pertama ramadhan kegiatan sekolah diliburkan. kami bertigapun berbincang-bincang
sejenak dikamar.
“No, sekarang apa yang mesti kita kerjakan?’’. Tanya iwan kepadaku.
“ iya ya, apa yang mesti kita kerjakan, mumpung sekarang sedang libur”. Jawabku bimbang.
“ kalau biasanya dirumah, aku selalu ikut bapakku memancing ikan mujair ditambak, kalau
dapat besar nanti dibakar untuk buka puasa”. Ujar iwan dengan nada penuh rindu.
“ha..ha.., kalau akau biasanya bermain petasan dengan teman-temanku sampek-sampek kami
pernah dikejar-kejar pak RT karna kebisingan suara petasan kami”. Sahut budi, memotong
pembicaraan.
“ sudahlah sekarang kita dipondok,nanti malah kepikiran rumah terus”. Cetusku.
“ aku punya ide, bagaimana kalau kita tadarussan,hitung-hitung pahala”. Usul iwan.
“ ide yang bagus, besok kita dulu-duluan khatam al-quran”. Tambahku.
……………………………………………………………………………..
Hari semakin senja, lantunan qiroah dari masjid mulai berkumandang, para penguruspun mulai
menbuka dapur untuk pembagian takjil. Sontak, beberapa santri langsung mengantri panjang.
“ Nang, cepat!, lama sekali kamu mandi”. Teriakku menunggu giliran mandi.
“ iya ini sudah selesai”. Balas danang.
Ketika teman-temanku yang lain sudah banyak mengantri mengambil takjil, aku justru baru
mandi, mau tak mau akau harus mandi mandi dengan cepat yang penting wajahku sudah tak
lagi Nampak rembes. Usai mandi aku segera berlari ke kamar, danang dan iwan sudah duduk
menungguku, berlahan aku pegang gembok almariku dan…..
“astaghfirullah” desisku.
“ kenapa no?”. Tanya iwan.
“ aku lupa menaruh kunci almariku”. Jawabku panik.
setelah sahur tadi aku menaruh piring dan gelas kami bertiga di almariku, sekarang aku harus
dibuat pusing dengan kunci almariku. Akupun mencoba membuka dengan kunci milik teman-
temanku tapi tak ada yang berhasil, sejurus kemudian ketua kamar datang dan menanyaiku
tentang ini, usai mendengar penjelasanku tanpa basa-basi ia mengambil batu keras dan
mematahkan engsel gembok alamariku.
“sekarang, ambil gelasmu!, nanti almarimu biar aku yang ngurusi”. Perintah ketua kamar
dengan tegas.
Akupun langsung mematuhi perintahnya dan mengajak iwan dan danang mengambil takjil,
beberapa pengurus yang ada didapur nampak memandang curiga kami, mungkin karna kami
datang terlambat. Kami langsung membuntut antrian yang tinggal sedikit. Ketika hampir tiba
giliranku, gentong yang berisi es cincau Nampak hanya tersisa potongan-potongan kecil cincau
saja.kami yang tengah mengantri langsung tertunduk lesu, beruntung kami masih mendapatkan
jatah kurma sehingga masih ada yang bisa dimakan untuk berbuka nanti, kami lalu pergi
kekamar dan bersiap untuk berbuka.
“Allahu akbar, Allahu akbar”. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah datang, tiba-tiba
saja,beberapa teman kami yang usai dikunjungi ikut bergabung dan membagikan takjil. Kami
pun sangat senang,tadi yang awalnya kekurangan sekarang malah kelebihan.”No, begini ya
resiko mencari ilmu”. Canda danang sembari menyantap takjil. “ha…ha…ha….” Spontan kami
semua tertawa. Entah mengapa hari ini seperti ada hal yang tersindiri bagiku. Ya,kami seolah
terlarut dalam sebuah keindahan, indahnya kesederhanaan. (Berril Amal)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda.