Senin, 03 Februari 2014

RAMADHAN DI PONDOK



Ting….ting….ting…..

Dengung suara bel menghampiri seluruh kamar di pondok, lampu-lampu yang tadinya padam

kini kembali menyala, sejenak aku kedipkan mataku supaya pandangan agak lebih jelas,

akupun segera bangkit, meskipun tubuhku masih terasa sedikit kaku setelah tidur nyenyak

semalam. Dari kejahuan, Nampak jam dinding yang bertenger didepan kantor pengurus

menunjukkan pukul 3 pagi, beberapa santri mulai bergegas menuju dapur sambil membawa

piring untuk sahur.

Aku mengajak iwan dan danang untuk sahur, kami bertiga berjalan menuju dapur dengan mata

sedikit ngantuk, seperti orang mengginggau. Shubuh ini tidak terlalu antri sehingga kami dapat

mengambil makan dengan lancar. Lauknya cukup sederhana, setidaknya untuk ukuran hidangan

sahur, hanya tempe plus krupuk.

Bagiku, ramadhan kali ini benar-benar berbeda, tidak ada sup ayam khas ibuku tak ada juga

acara komedi di TV yang selalu menemani sahur keluargaku, yang ada hanyalah hembusan

angin shubuh yang membawa suara lantunan qiroah dari masjid.

Sudah sekitar sebulan aku di pondol Al-ishlah ini, tapi kenikmatan-kenikmatan di rumah masih

sangat terniang, terutama pada saat ramadhan seperti ini. Aku masih ingat pesan bapak ketika

mengantarkanku ke pondok.” Seno, besok nyari teman yang banyak…., supaya kamu kerasan”.

Aku langsung menganggukkan kepalaku waktu itu. Diantara teman-teman yang sudah kukenal

iwan dan danang adalah yang paling akrab, kami bertiga selalu melakukan aktifitas bersama

mulai dari berangkat ke masjid hingga tidur malam.

Pagi merangkak begitu berlahan. Aktifitas dipondok masih berjalan seperti biasanya, khusus

hari pertama ramadhan kegiatan sekolah diliburkan. kami bertigapun berbincang-bincang

sejenak dikamar.

“No, sekarang apa yang mesti kita kerjakan?’’. Tanya iwan kepadaku.

“ iya ya, apa yang mesti kita kerjakan, mumpung sekarang sedang libur”. Jawabku bimbang.

“ kalau biasanya dirumah, aku selalu ikut bapakku memancing ikan mujair ditambak, kalau

dapat besar nanti dibakar untuk buka puasa”. Ujar iwan dengan nada penuh rindu.

“ha..ha.., kalau akau biasanya bermain petasan dengan teman-temanku sampek-sampek kami

pernah dikejar-kejar pak RT karna kebisingan suara petasan kami”. Sahut budi, memotong

pembicaraan.

“ sudahlah sekarang kita dipondok,nanti malah kepikiran rumah terus”. Cetusku.

“ aku punya ide, bagaimana kalau kita tadarussan,hitung-hitung pahala”. Usul iwan.

“ ide yang bagus, besok kita dulu-duluan khatam al-quran”. Tambahku.

……………………………………………………………………………..

Hari semakin senja, lantunan qiroah dari masjid mulai berkumandang, para penguruspun mulai

menbuka dapur untuk pembagian takjil. Sontak, beberapa santri langsung mengantri panjang.

“ Nang, cepat!, lama sekali kamu mandi”. Teriakku menunggu giliran mandi.

“ iya ini sudah selesai”. Balas danang.

Ketika teman-temanku yang lain sudah banyak mengantri mengambil takjil, aku justru baru

mandi, mau tak mau akau harus mandi mandi dengan cepat yang penting wajahku sudah tak

lagi Nampak rembes. Usai mandi aku segera berlari ke kamar, danang dan iwan sudah duduk

menungguku, berlahan aku pegang gembok almariku dan…..

“astaghfirullah” desisku.

“ kenapa no?”. Tanya iwan.

“ aku lupa menaruh kunci almariku”. Jawabku panik.

setelah sahur tadi aku menaruh piring dan gelas kami bertiga di almariku, sekarang aku harus

dibuat pusing dengan kunci almariku. Akupun mencoba membuka dengan kunci milik teman-
temanku tapi tak ada yang berhasil, sejurus kemudian ketua kamar datang dan menanyaiku

tentang ini, usai mendengar penjelasanku tanpa basa-basi ia mengambil batu keras dan

mematahkan engsel gembok alamariku.

“sekarang, ambil gelasmu!, nanti almarimu biar aku yang ngurusi”. Perintah ketua kamar

dengan tegas.

Akupun langsung mematuhi perintahnya dan mengajak iwan dan danang mengambil takjil,

beberapa pengurus yang ada didapur nampak memandang curiga kami, mungkin karna kami

datang terlambat. Kami langsung membuntut antrian yang tinggal sedikit. Ketika hampir tiba

giliranku, gentong yang berisi es cincau Nampak hanya tersisa potongan-potongan kecil cincau

saja.kami yang tengah mengantri langsung tertunduk lesu, beruntung kami masih mendapatkan

jatah kurma sehingga masih ada yang bisa dimakan untuk berbuka nanti, kami lalu pergi

kekamar dan bersiap untuk berbuka.

“Allahu akbar, Allahu akbar”. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah datang, tiba-tiba

saja,beberapa teman kami yang usai dikunjungi ikut bergabung dan membagikan takjil. Kami

pun sangat senang,tadi yang awalnya kekurangan sekarang malah kelebihan.”No, begini ya

resiko mencari ilmu”. Canda danang sembari menyantap takjil. “ha…ha…ha….” Spontan kami

semua tertawa. Entah mengapa hari ini seperti ada hal yang tersindiri bagiku. Ya,kami seolah

terlarut dalam sebuah keindahan, indahnya kesederhanaan. (Berril Amal)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar Anda.