Kamis, 21 November 2013

Bangga Milik Al-Ishlah



Melupakan Al-Ishlah adalah sebuah kesalahan besar. Hingga detik ini saya yakin tidak akan ada salah satu alumni yang merasakannya. Tidak tahu sihir apa yang membuat hal seperti itu dapat dirasakan oleh banyak dari kami, tak terkecuali oleh teman kami yang sudah tidak memiliki kesempatan belajar bersama kami  hingga akhiri oleh karna kesalahan tertentu. mungkin memang bukan sebuah sihir namanya. Terkadang kita merasa dikekang, dipenjara, diatur,  oleh peraturan yang mungkin anak muda lain tidak akan sanggup melakukkannya. Namun nyatannya kami sanggup. Awalnya mungkin banyak yang berfikir itu sebuah beban, namun sebenarnya itu adalah bekal yang akan kami nikmati keistimewaannya pada saat kami dilepaskan.
Tidak menggunakan barang elektronik bagi kebanyakan anak seumur kami adalah menyiksa. Single bagi remaja seperti kami adalah bercanda. Banyak hal yang kami tidak lakukan sebagai remaja pada umumnya. Namun kami bangga tidak menjadi remaja seperti mereka, yang berfikir pendek dan mengambil keputusan cepat terhadap suatu kesenangan sesaat. Kami tidak diajarkan untuk itu disini. itu yang membuat kami berbeda sebagai lulusan Al-Ishlah.
Tak sedikit pengembangan diri yang kita dapat di Al-Ishlah, tidak sedikit generasi hebat yang dicetak oleh Al-ishlah, tak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita dapat dari Al-Ishlah karna memang sangat banyak pula pengorbanan yang dilakukkan Al-Ishlah. Pengajar Al-Ishlah adalah pengajar super. Tidak akan kita temukan pengajar seperti mereka ditempat jika tidak dipondok, yang siap 24 jam menjadi wali pengganti orang tua. Yah, pengajar Al-Ishlah adalah pengganti seorang ayah dan ibu yang luar biasa kerjanya. Jarang seorang guru yang rela dibangunkan tengah malam, saat pengajar lain seperti mereka mungkin sedang bermimipi indah di malamnya, seorang ustadz dan ustadzah siap berjaga di setiap malamnya, berjaga-jaga apakah santrinya beristirahat tanpa gangguan di sekitarnya. Bahkan ketika seharusnya seorang suami istri berkumpul dengan anak-anaknya dirumah, ustadz dan ustadzah kami rela untuk tidak melakukkannya. Itu bedannya ustadz dan ustadzah kami dengan guru-guru lain. namun tidak akan ada Al-Ishlah dan pengajar super bila tak ada kyai kami, pengasuh pondok pesantren Al-Ishlah.
Kami  rindu petuahnnya, kami rindu ceramahnya, kami rindu celoteh dan canda khasnya, kami rindu senyum damainya, karena itu kami sangat rindu pengasuh kami. Benak yang akan muncul kala mendengar namanya adalah “kewibawa’annya”. kami masih ingat sekali bagaimana kami dididik dalam kelas.”kuli ma sami’ti wa kul ma sami’ta”. Lantunan yang sering kami dengar di setiap pelajaran insya' dan kami Berdiri saat tidak bisa menghafalkan materi yang deberikannya, kami sangat ingat itu. Rasanya sangat jantung berdetak semakin kencang seakan kami akan mendapatkan sebuah hukuman sangat berat. namun sebenarnnya kyai kami tidak melakukan suatu tindakan yang membuat anak asuhnya takut, tapi itu karena wibawa yang ada pada beliau. mutlak memang seorang kyai memiliki wibawa bahkan seharusnya setiap pemimpin memilikinya, agar dihormati para anak asuh dan anak buahnya . Begitulah pengaruh yang dimiliki pengasuh kepada kami. Sebagai seorang pengasuh, beliau adalah pengasuh yang luar biasa. Sampai saat ini kami belum pernah menemukan guru yang mau turun lansung membangunkan, mengingatkan anak-anaknya untuk berangkat ke masjid. Membunyikan jaros(bel) ketika pemukulnya belum terjamah sama sekali oleh pengurus malas seperti kami. Kami sangat malu jika sudah seperti itu, tak tahu sebutan apa yang pantas disandang oleh pengurus seperti kami, membiarkan tugas sekecil itu dikerjakan oleh kyai kami, yang kami tau tugasnya sudah sangat berat, bahkan harus bermain mental.
 Kyai kami hanya tidur kurang lebih 3 jam untuk anak asuhnya, yang kami terkadang tak menghargai setiap do’a yang beliau panjatkan disepertiga malamnya  demi kesuksesan anak-anaknya  kelak. Sekali lagi, kami tidak tahu sebutan apa yang cocok kami sandang. Kadang kami merasa menjadi seorang anak yang nakal, yang membiarkan orang tuanya menangis atas perbuatannya. Setelah banyak pengorbanan berat yang orang tua kami lakukan, beberapa kali peringatan, beribu pelajaran yang kadang kami anggap sebagai sesuatu yang tidak akan menyenangkan bila dilakukan oleh anak-anak yang hanya tau kesenengan semata karna melihat anak orang kaya yang taunya hanya bersenang-senang saja, sedangkan nyatanya kami adalah anak-anak yang dibesarkan oleh kesederhana’an yang sedikit memiliki kebebasan seperti yang dimiliki anak pada umumnya. Hingga pada saat pelepasan kami, disitulah kesadaran akan kesederhanaan itu yang membawa kami pada suatu kesimpulan, yakni kemandirian matang nan siap serta banyak membawa anaknya pada sebuah kesuksesan yang akan susah didapatkan oleh anak-anak yang tidak bernaung dalam pondok seperti kami. Sehingga pada saat kami benar-benar mendapatkan kesuksesan tersebut, kami merasakan kepuasan luar biasa dalam diri kita.
Al-Ishlah memiliki banyak komponen yang akan susah dimiliki oleh yang lainnya. Dari mulai pengasuh seperti ustadz Dawam yang sangat luar biasa, memiliki ustadz-ustadzah yang membantu pengasuh kami bekerja 24 jam, memiliki ilmu pengetahuan yang sangat beragam yang menggabungkan setengah ilmu dunia dan setengah lagi ilmu agama, memiliki prestasi-prestasi yang mungkin akan susah diraih oleh tempat didik lainnya, dan banyak lagi. Sehingga Tidak ada alasan untuk tidak bangga terhadap pondok tercinta kami. Tidak ada alasan untuk lupa terhadap kampung damai yang telah mengantarkan kami hingga sampai dititik ini. Dan membuat kam akan lantang mengucapkan “KAMI BANGGA MILIK AL-ISHLAH”.(Affa Salsabila)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar Anda.