IPA 3 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPS 3 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPA 2 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPS 2 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPA 1 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPS 1 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

IPA 4 | 22nd AL-ISHLAH SENIOR HIGH SCHOOL GRADUATION

Sendangagung Paciran Lamongan | alishlahfor3.blogspot.com

Sabtu, 30 November 2013

KASIHMU

Betapapun ku lukiskan keagungan-Mu dengan deretan huruf
Kekudusan-Mu tetap meliputi semua arwah
Engkau tetap maha agung
Sedang segala misteri hidup akan terbuka
Menjadi kebahagiaan di bawah kasih-Mu yang meliputi segalanya
Betapapun kubasahi lisanku untuk memuji-Mu dengan segala bahasa
Engkau tetap diatas segala pujian itu
Sedang semua makna akan lebur,
Mencair,
Di tengah keagungan-Mu
Wahai Rabb pencipta senja yang mempesoa
Betapapun ku ledakkan himmah sawabiq
Dengan penuh tenaga jiwa
Tabir takdir-Mu tetap kokoh tak bergeming
Sedang segala fenomena semesta
Akan pudar tak berbekas. (Imam Whahyudin)

MENGENANG KYAI

Menghujam do’a dalam suud malam
Kening hitam tanda sayang
Memahat tembok yang belum usai
Using berdebu tanpa tanganmu

Keriput menggoyang waktu
Lembaran badai menggoncang ombak
Dua dasawarsa bak mutiara

Al Ishlah terguyur santri
Menjilat keringat pahit
Berjabat tangan senyum melilit
Menjerit tangis kilat
Dalam sendu mengenang rahmat

Aksara senyummu tereja ikhlas
Namun seribu cengkraman hati
Berdiri kala kelu, atos

Gemericik tangis melesap ke telinga
Serapah laknat bahasa jawa
Tangan sedingin cambuk
Bermain dalam do’a

Lalu pada setitiap subuh
Yang jatuh di atap rumahmu
Kembali kau rajut
Sisa kemarau disekujr keningmu

Dari pelarian bamboo bamboo itu
Tersimpan percakapan air mata tak bersuara
Memburu berjuta muara air mata
Haluan senjatergambar di balutan nadi yang kuyup dahaga
Meski terkekang waktu
Dan tersengal seember palu
Tak pernah putus kakimu
Berlari mencari sungai warna-Nya. (Nur Hayati)
22 May ‘13

TAHAJJUD

Setiap kubuka langit hitam
Kuawali komat komit semedi
Dalam hati mengetuk rindu ilahi
Dalam dada pujian tak terkendali
Dalam jemariku lenggokkan tasbih putih

Meladeni dunia kala datang
Senyuman mentari
Meladeni panggilan hati kala datang
Sajadah petang sodorkan diri

Allah Allah dan Allah Allah
Alah-alah dunia lepas genggaman
Toh Allah mencokku kemudian

Laki laki perempuan
Tak ada nama baginya
Kecuali iman dan taqwa
Kau dapat kuncinya. (Nur Hayati)

26 Feb ‘13

Minggu, 24 November 2013

WASPADAI ROMANSA DUNIA !


Oleh KH. Muhammad Dawam Saleh
Pengasuh PP. Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan

Sumber: Republika, Senin, 11 Maret 2013

Judul tulisan di atas merupakan kesimpulan dari penegasan Alquran dalam berbagai ayatnya, bahwa romansa dunia kerap menipu dan mempedaya manusia. Maka tidak ada kata lain bagi kaum beriman, kecuali harus senantiasa waspada dan tidak terlena oleh megah dunia. Kaum beriman harus senantiasa sigap dengan segala pernik dunia yang kerap menjerumuskan dan menghancurkan.

Ingatlah firman Allah, “Dihiaskan pada manusia kecintaan yang diinginkan berupa wanita-wanita, anak-anak, harta melimpah dari jeis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik” (Ali Imron: 14).

Tidak kurang 117 kali Alquran menyebut kata ad-dunya. Semuanya mengacu pada peringatan keras bagi para pembaca Alquran agar memahami rupa dan pernik dunia, kedudukannya bagi hidup dan mati manusia, seberapa kebaikan, kelezatan, dan kemudaratannya, serta bagaimana cara kita mendapatkan dan menghindari dunia agar selamat.

Betapa gamblang penjelasan Alquran untuk keselamatan manusia itu. Jika mengacu pada surah Ali Imran di atas, maka ada berbagai rupa kenikmatan atau kesenangan dunia.

Pertama, berupa wanita. Persis sabda Rasulullah, “Dunia adalah kesenangan sementara, sedangkan sebaik-baik kesenangan sementara adalah wanita yang shalihah”.

Kedua, berupa anak-anak. Jelas anak-anak merupakan kebahagiaan, pewaris, pendoa, dan pembantu utama jika orangtua lanjut usia.

Ketiga, berupa harta yang banyak, seperti uang, emas, perak, dan harga tidak bergerak maupun bergerak.

Keempat, berupa kuda-kuda pilihan, dalam bahasa sekarang kendaraan, seperti mobil atau motor.

Kelima, binatang-binatang ternak, semacam kerbau, kambing, sapi, dan lainnya. Keenam, sawah atau ladang, termasuk perkebunan dan perhutanan.

Seluruhnya, itu adalah mata’ al-ghurur (kesenangan yang menipu). Dan ternyata tidak sedikit manusia yang tertipu olehnya. Mereka mengira dunia itu menyenangkan.

Jungkir balik mereka meraihnya, ternyata dunia malah menyusahkan dan membuat hidup mereka berantakan. Lihatlah para pelaku koruptor dan penyeleweng jabatan serupa yang wajahnya kerap menghiasi layar media negeri kita tercinta. Kesuksesan mereka atas gemerlap dunia justru menghasilkan petaka.

Itu karena mereka lupa bahwa kesenangan dunia amat sedikit (mata’ al-qalil). Terlebih jika dibanding kesenangan akhirat. Perbandingan itu sudah disebutkan dalam hadis, bahwa kesenangan dunia hanya setetes dari kesenangan akhirat. Atau seperti pisang, dimana kesenangan dunia hanya kulitnya sementara kesenangan akhirat adalah isi pisangnya itu sendiri.

Memang sebutan lain bagi dunia adalah sebagai zinah atau perhiasan (Al-Kahfi: 28 dan 46, Al-Qashas: 60). Tetapi, bukankah perhiasan hanya ornamen dan bukan esensi? Seperti hiasan ornamen pada rumah, esensinya adalah tempat tinggal agar kita tidak kehujanan dan aman dari penjahat. Yang lebih kita butuhkan tentu rumahnya, bukan ornamennya. Dunia hanya kembang atau gemerlap yang bukan pokok (Thaha: 131). Bahkan hanya permainan (Al-Ankabut: 64, Muhammad: 36, Al-Hadid: 20).

Akhirat, itulah kehidupan yang hakiki dan abadi. “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta benda dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta ridla-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menimpa” (Al-Hadid 20).

Teringatlah saya sabda Rasulullah, “Sesungguhnya dunia itu manis dan menghijau, dan sesungguhnya Allah memberikan kuasa padamu dalam dunia itu, maka Allah akan melihat bagaimana kamu sekalian berbuat. Sesungguhnya Bani Israil saat dunia dilimpahkan kepada mereka, mereka pun berbangga-bangga dengan perhiasan, wanita-wanita, wangi-wangian, dan pakaian” (Muttafaq Alaih).

Sudahkah kita mewaspadai romansa dunia, sehingga modal hidup yang singkat ini bisa menjadi tiket menuju surge kelak di alam baka?

Kamis, 21 November 2013

Bangga Milik Al-Ishlah



Melupakan Al-Ishlah adalah sebuah kesalahan besar. Hingga detik ini saya yakin tidak akan ada salah satu alumni yang merasakannya. Tidak tahu sihir apa yang membuat hal seperti itu dapat dirasakan oleh banyak dari kami, tak terkecuali oleh teman kami yang sudah tidak memiliki kesempatan belajar bersama kami  hingga akhiri oleh karna kesalahan tertentu. mungkin memang bukan sebuah sihir namanya. Terkadang kita merasa dikekang, dipenjara, diatur,  oleh peraturan yang mungkin anak muda lain tidak akan sanggup melakukkannya. Namun nyatannya kami sanggup. Awalnya mungkin banyak yang berfikir itu sebuah beban, namun sebenarnya itu adalah bekal yang akan kami nikmati keistimewaannya pada saat kami dilepaskan.
Tidak menggunakan barang elektronik bagi kebanyakan anak seumur kami adalah menyiksa. Single bagi remaja seperti kami adalah bercanda. Banyak hal yang kami tidak lakukan sebagai remaja pada umumnya. Namun kami bangga tidak menjadi remaja seperti mereka, yang berfikir pendek dan mengambil keputusan cepat terhadap suatu kesenangan sesaat. Kami tidak diajarkan untuk itu disini. itu yang membuat kami berbeda sebagai lulusan Al-Ishlah.
Tak sedikit pengembangan diri yang kita dapat di Al-Ishlah, tidak sedikit generasi hebat yang dicetak oleh Al-ishlah, tak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita dapat dari Al-Ishlah karna memang sangat banyak pula pengorbanan yang dilakukkan Al-Ishlah. Pengajar Al-Ishlah adalah pengajar super. Tidak akan kita temukan pengajar seperti mereka ditempat jika tidak dipondok, yang siap 24 jam menjadi wali pengganti orang tua. Yah, pengajar Al-Ishlah adalah pengganti seorang ayah dan ibu yang luar biasa kerjanya. Jarang seorang guru yang rela dibangunkan tengah malam, saat pengajar lain seperti mereka mungkin sedang bermimipi indah di malamnya, seorang ustadz dan ustadzah siap berjaga di setiap malamnya, berjaga-jaga apakah santrinya beristirahat tanpa gangguan di sekitarnya. Bahkan ketika seharusnya seorang suami istri berkumpul dengan anak-anaknya dirumah, ustadz dan ustadzah kami rela untuk tidak melakukkannya. Itu bedannya ustadz dan ustadzah kami dengan guru-guru lain. namun tidak akan ada Al-Ishlah dan pengajar super bila tak ada kyai kami, pengasuh pondok pesantren Al-Ishlah.
Kami  rindu petuahnnya, kami rindu ceramahnya, kami rindu celoteh dan canda khasnya, kami rindu senyum damainya, karena itu kami sangat rindu pengasuh kami. Benak yang akan muncul kala mendengar namanya adalah “kewibawa’annya”. kami masih ingat sekali bagaimana kami dididik dalam kelas.”kuli ma sami’ti wa kul ma sami’ta”. Lantunan yang sering kami dengar di setiap pelajaran insya' dan kami Berdiri saat tidak bisa menghafalkan materi yang deberikannya, kami sangat ingat itu. Rasanya sangat jantung berdetak semakin kencang seakan kami akan mendapatkan sebuah hukuman sangat berat. namun sebenarnnya kyai kami tidak melakukan suatu tindakan yang membuat anak asuhnya takut, tapi itu karena wibawa yang ada pada beliau. mutlak memang seorang kyai memiliki wibawa bahkan seharusnya setiap pemimpin memilikinya, agar dihormati para anak asuh dan anak buahnya . Begitulah pengaruh yang dimiliki pengasuh kepada kami. Sebagai seorang pengasuh, beliau adalah pengasuh yang luar biasa. Sampai saat ini kami belum pernah menemukan guru yang mau turun lansung membangunkan, mengingatkan anak-anaknya untuk berangkat ke masjid. Membunyikan jaros(bel) ketika pemukulnya belum terjamah sama sekali oleh pengurus malas seperti kami. Kami sangat malu jika sudah seperti itu, tak tahu sebutan apa yang pantas disandang oleh pengurus seperti kami, membiarkan tugas sekecil itu dikerjakan oleh kyai kami, yang kami tau tugasnya sudah sangat berat, bahkan harus bermain mental.
 Kyai kami hanya tidur kurang lebih 3 jam untuk anak asuhnya, yang kami terkadang tak menghargai setiap do’a yang beliau panjatkan disepertiga malamnya  demi kesuksesan anak-anaknya  kelak. Sekali lagi, kami tidak tahu sebutan apa yang cocok kami sandang. Kadang kami merasa menjadi seorang anak yang nakal, yang membiarkan orang tuanya menangis atas perbuatannya. Setelah banyak pengorbanan berat yang orang tua kami lakukan, beberapa kali peringatan, beribu pelajaran yang kadang kami anggap sebagai sesuatu yang tidak akan menyenangkan bila dilakukan oleh anak-anak yang hanya tau kesenengan semata karna melihat anak orang kaya yang taunya hanya bersenang-senang saja, sedangkan nyatanya kami adalah anak-anak yang dibesarkan oleh kesederhana’an yang sedikit memiliki kebebasan seperti yang dimiliki anak pada umumnya. Hingga pada saat pelepasan kami, disitulah kesadaran akan kesederhanaan itu yang membawa kami pada suatu kesimpulan, yakni kemandirian matang nan siap serta banyak membawa anaknya pada sebuah kesuksesan yang akan susah didapatkan oleh anak-anak yang tidak bernaung dalam pondok seperti kami. Sehingga pada saat kami benar-benar mendapatkan kesuksesan tersebut, kami merasakan kepuasan luar biasa dalam diri kita.
Al-Ishlah memiliki banyak komponen yang akan susah dimiliki oleh yang lainnya. Dari mulai pengasuh seperti ustadz Dawam yang sangat luar biasa, memiliki ustadz-ustadzah yang membantu pengasuh kami bekerja 24 jam, memiliki ilmu pengetahuan yang sangat beragam yang menggabungkan setengah ilmu dunia dan setengah lagi ilmu agama, memiliki prestasi-prestasi yang mungkin akan susah diraih oleh tempat didik lainnya, dan banyak lagi. Sehingga Tidak ada alasan untuk tidak bangga terhadap pondok tercinta kami. Tidak ada alasan untuk lupa terhadap kampung damai yang telah mengantarkan kami hingga sampai dititik ini. Dan membuat kam akan lantang mengucapkan “KAMI BANGGA MILIK AL-ISHLAH”.(Affa Salsabila)

Kuliah Subuh Sang Kyai



“Allahumma ij’al hadzal ma’had thullab watholibat sholihin washolihat, mutaqoddimiin wamutaqoddimaat, najihiin wanajihat, nafi’iinn wanaafiaat, ‘alimiin wa’alimaat.”

Masih ingatkah teman do’a tersebut? Doa yang dilantunkan dengan lirih dan berpengharapan penuh kepada Sang Khaliq oleh ustad Dawam sholeh di setiap khutbahnya dan tak pernah terlalaikan dimunajatkan usai shalat beliau baik wajib maupun sunnahnya. Itulah pagar betis yang insyaAllah akan selalu menjaga kita dan menerangi kita di setiap langkah kita menapaki taqdir Allah. Tidak perlu diragukan lagi, karena saya telah membuktikannya. Jika kita hidup di pondok itu hanya seperti kera makan manggis, maka tidak akan pernah ada refleksi apa-apa do’a tersebut bagi diri kita. Akan tetapi jika kita hidup di pondok itu sesuai dengan aturan pondok dan senantiasa melakukan apa yang telah didawuhkan oleh kyai Dawam dalam setiap kuliyah subuhnya niscaya akan berbuah manis nantinya setelah kita terjun ke masyarakat. Saya adalah buktinya.

Entah ini sebuah argumen atau question atau kah opini, atau bahkan seluruhnya. sepanjang perjalanan menuntut ilmu yaitu di pondok pesantren dalam benak dan pikiran saya adalah “mengapa saya lebih memilih sekolah dipondok pesantren padahal seandainya kalau sekolah di luar sana, negeri-negeri juga sangat bagus”. Ternyata jawabannya adalah di situlah proses sekaligus bekal dan modal untuk bermoral agama dan terjun ke masyarakat. Karena sejatinya kita adalah makhluk sosial sehingga tidak akan pernah lepas dari masyarakat. Dan setelah saya mengenal dunia luar. Ooh ternyataa inilah dimana saya merasa betapa pentingnya pendidikan pesantren, Fungsi dan pengaruhnya amatlah besar bagi gerak langakah kita untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi. Lalu apa kaitannya dengan kuliah subuh kyai? Tentu saja itu adalah sebagai inspirasi melangkah bagaimana mengambil keputusan dan jalan hidup. Oleh karena itu jangan pernah remehkan kuliyah kyai kiat ustad Dawam. Tidak akan perna sia-sia kita mendapatkan ilmu kebaikan dimanapun dan bagaimanpun sistemnya. Begitu juga khutbah kyai, tidak akan pernah sia-sia kita mendegarkan dan mengamalkannya. Meski sedemikian hingga perjuangan kita, menahan kantuk sangat yang selalu singgah tiap usai shalat shubuh. Percayalah tidak ada yang sia-sia teman. Yakinlah, Semua akan indah pada waktunya dan Syukuri segala apa yang kita miliki, insyaAllah. amiin..


hidup di pondok pesantren itu adalah proses untuk melatih kesederhanaan, kesabaran, kedisiplinan, tanggung jawab, mandiri, kebersamaan, berbagi, kedisiplinan, dan masih banyak hal lainnya yang tidak mungkin didapatkan di luar sana. Yang insyaallah tidak ada keburukan didalamnya. Jadi, santri-santriku berbanggalah kalian yang tinggal di pesantren. ”
                                                                                                                                                          
Itulah bait kalimat yang selalu terekam dalam memori otak saya. Yang pertama kali saya dengar sewaktu khutbah iftitah oleh mudir ma’had Al ishlah Alislami. Itulah saat dimana terjawab sudah pertanyaan saya akan arti pesantren sesungguhnya. Yaitu masa ta’aruf liththullab al jadidat. yang mana selalu beliau haturkan sewaktu kuliah subuh dan selalu ingat untuk santri-santrinya. Pernahkah kita menyesal karena telah hidup di pondok?

pesantren merupakan pilihan yang tepat bagi para orang tua untuk pilihan akademi pendidikan anak. Bagaimana tidak, di era perkembangan zaman yang sekarang terbilang maju dari segi iptekdoknya, lalu bagaimana dengan karakter anak sekarang ini? Semua serba instan tidak ada yang enggan bersusah susah dahulu, enggan berupaya. Dimana letak jiwa remaja yang optimis dan pejuang keras. Itu lah PR bagi orang tua kita semua dalam pemilihan pendidikan yang tepat untuk anak dan untuk kita agar mampu menfilter segala sesuatunya sebagai pilihan tepat untuk penerapan di yaumiyahnya dalam menatap masa depan nantinya.

Alumni alishlah 2013, naibatul munadhdhomah.
Terinspirasi dari suasana fajar usai shalat malam di pesantren sendangagung,
Ceramah K.H. M. Dawwam sholeh, mudiril ma’had alishlah alislami.

AL-ISHLAH IN DIARY



Lagu yang tengah berderit enam ataupun tiga tahun silam nampaknya telah sampai pada nada terakhir. Terdengar lenggakan nada naik turun mengikuti irama yang kadang sulit untuk dibaca. Yah, enam atau tiga tahun silam hinggap di pondok Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan yang begitu asri. Dengan nyanyian burung berselimut pohon bambu nan damai karena senyuman ikhlas yang menyapa, balutan ilmu dan keimanan yang senantiasa menjadi inti dari hiruk pikuknya suasana. Terlebih lagi mata hati, tangan, kaki, dan seluruh tubuh serta jiwa kami, yang seolah diterbangkan orang tua dengan sengaja ke lembah asing namun aneh ini. Detik itu kami terbang bak cendrawasih yang mengembara, berbekal tangis dan doa orang tua yang mengiringi jihad dalam menggapai masa depan menuai rahmat dan ridho Sang Pemilik Kehadirat Tertinggi. 
***
Setapak demi setapak pertama kami lalui, walaupun ribuan canda tawa beiringan dengan pahit, getir dan tangis dimana lingkaran tangan ayah kami kala kami bersedih, pangkuan ibu kala kami menangis, canda adik kala kami melamun, dan senyum kakak yang membaur dalam canda yang tak lagi tersisa. Semua itu telah menjadi kenangan yang terbingkai manis dalam fikiran. Namun aneh, di tempat ini ma'had Al-Ishlah, kami temui seribu bahkan tidak terhitung warna warni keluarga baru dalam suasana yang berbeda.

Pertama kali hinggap di pondok, kamar mandi barulah tersedia sedikit, air sering habis. Bahkan antrian dan jadwal padat membuat kami sering mandi dengan air dalam satu atau dua timba hasil mengisi dari keran air wudhu. Jalanan menuju sekolah SMP bagi yang perempuan juga belumlah beraspal, sepatu santriwati sampai berubah menjadi high heels[1] secara tiba-tiba apabila hujan turun, masjid yang belum berlantai dan jalanan yang belum beraspal ataupun berpaving, membiarkan para debu berterbangan begitu saja secara liar. Sekarang semua telah berubah menjadi pondok megah, lebih nyaman dan lebih padat penduduk. Terdapat tiga hal sederhana dari zaman pondok terbangun higga kami hinggap, yaitu menu yang selalu sama, dunia gosob[2] yang tak berubah, serta mengantri yang menjadi ritmisitas nada kehidupan di pondok.

Baru sejengkal langkah yang terpijak, namun otak dan tubuh ini terasa penat. Bukan malah berputus asa, semangat belajar malah tak ingin padam setiap kali melihat secara langsung perjuangan teman-teman yang lain. Seolah naluri bersuara, “ mereka saja bisa, mengapa kita tidak ??”. Semua itu membuat yang sudah berputus asa diantara kami sebelum berjuang, tersadar, bahwa perjalanan masih lah panjang. Awal pengembaraan yang penuh liku itu baru dimulai. memang benar apa yang diutarakan ustad Dawam Sholeh, kyai sekaligus bapak kami kala berkhutbah iftitah, '' janganlah kalian hidup di pondok layaknya orang buta meraba gajah, yang hanya mengerti sebagian tubuhnya yang berbeda beda[3] ''. Alhamdulilah kami masih optimis melangkah kedepan dan mengetahui kehidupan di pondok secara keseluruhan. Tidak terasa kaki ini mulai menyeret tahun demi tahun dengan alur zig zag akan serba serbi kehidupan di Al-Ishlah. Azzam[4] yang kuat untuk sukses itu membuat kami senantiasa bersemangat dalam doa. Serta bertirakat[5] walaupun senyum dan tangis tak berjeda menggoyangkan tiap derap yang terukir.

Tidak hanya menjadi murid yang harus giat belajar di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan pondok. Disini, kita menjadi pengatur dan pengontrol jadwal kita sendiri disesuaikan dengan rutinitas yang ada, ditambah dengan banyaknya diantara kami yang berperan menjadi pengurus OPPI, BESMA maupun OSIS, sehingga harus lebih pandai lagi dalam membagi waktu secara bijaksana. Secara praktik, disinilah kita beajar bahwa, “ seseorang tidak mendapatkan dari apa yang dia harapkan, tetapi akan mendapatkan dari apa yang dia kerjakan, “ man jadda wa jada. Subhanallah

Tidak berhenti sampai di sini. Kami pun selalu berusaha agar dapat mengepakkan kedua sayap selebar-lebarnya, terbang kesana kemari demi satu tujuan, memperdalam ilmu yang kami miliki dan juga akhlaqul karimah yang tak kalah penting perannya dalam menyelimuti setiap rajutan ilmu. Karena menurut kaca mata orang tua kami, maraknya remaja masa kini yang kurang pengajaran ber-akhlaqul karimah menuntun akhlaqnya menjadi buah bibir di kalangan masyarakat, tentunya momok tersebut menjadi salah satu tujuan orang tua kami menitipkan buah hatinya di pondok agar nantinya kami tidak hanya mampu terbang menuju ridhoNya, surgaNya dan bertatap muka dengan yang menciptakan akal dan mengayomi langkah kami. Namun juga, menjadi anak yang sadar bahwasanya mengenal Tuhan-nya dan dirinya sendiri adalah landasan dasar segala ilmu pengetahuan.

***

Kala ayam mulai berkokok dan bel berdentang, maka di situlah jihad kami harus segera dimulai. Ada yang berwudhu untuk bercumbu denganNya lewat tahajjud, ada pula di antara kami yang masih terbuai mimpi, menutup telinga dengan bantal, bahkan ada pula yang sudah selesai mencuci baju. Subhanallah... Sungguh pelajaran luar biasa dimana tidak setiap insan dapat memperolehnya secara cuma-cuma. Padahal jarum jam baru menunjukkan pakul 03.00 pagi, kami telah disibukan untuk mempersiapkan diri menunaikan sholat shubuh berjamaah di masjid. Dan kalau saja kakak pengurus OPPI mendapati kami terlambat, maka tidak segan-segan mereka daratkan hukuman, terlebih wajah suram merekalah yang lebih membuat hati kami semakin sesak. Maklum, masih banyak di antara kami yang belum terbiasa dengan seluruh peraturan kedisiplinan hidup di pondok, terkadang satu pelanggaran tapi sanksinya beranak pinak. Sebagai contoh hukuman berbahasa jawa dan lainnya yang sanksinya tentu diiringi kicauan OPPI yang membikin telinga kami semakin membara. Nah, disinilah, pelajaran "menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya dan berani menghadapi dirinya sendiri kala ketakutan", diajarkan secara practice. Luar biasa.

Usai sholat shubuh kami disuguhi deretan nasihat yang terbungkus dalam kuliah shubuh ustad Dawam Sholeh, nasehat seorang bapak yang selalu setia menjadi teman dan menunjukkan tiap sudut jalan yang harus kami tempuh. Rasa kagum dan bangga luar biasa tidak dapat menutupi setiap sorot mata yang menjadi saksi betapa mulianya niat sucinya. Rambutnya yang semakin memutih, keriput yang berlabuh di wajahnya dan batuknya di sela-sela petuahnya semakin menyibak usianya yang sudah berkepala........ tetapi semangat beliau untuk menjadi imam ma'had yang dirintisnya itu selalu berbanding terbalik dengan usianya.

Muhadatsah[6] shubuh dimulai dari mata yang tadinya sudah kehabisan baterai dan lidah yang masih membisu, berubah menjadi microfon penuh semangat empat lima saling berlomba dalam menghafal tiga sampai lima vocabularies[7] dan mutarodifaat[8] setiap harinya. Rutinitas seabrek semakin menjadi-jadi, mulai dari antre mandi, mencuci, menjemur, makan, sekolah, bimbel, kegiatan ekstra, muhadatsah malam sampai antre absensi usai kerja bakti dikamar mandi pada malam hari, belum lagi belajar atau pun muhadloroh malam. Hingga rutinitas akhir, dimana kami mengistirahatkan kinerja fisik kami. Fuih...... benar benar 100% berbeda dengan rutinitas anak yang tidak mondok dan ini tentunya tidak bisa diganggu gugat, bahwa resep “antre” telah menjadi bumbu penyedap yang khas dalam kehidupan kepondokan. Sekelumit kehidupan di Al-Ishlah yang yang luar biasa keren dan makin ngetop dari zaman tiang bambu sampai bertiang beton ini meyakinkan kami, dengan mondok di sini, akan menambah wawasan pengetahuan, pengalaman, menjadi lebih dewasa dan semakin mantap dalam berkecimpung di masyarakat, dan tetntunya juga juga tidak ada yang berlalu tanpa hikmah yang tidak boleh kami sia-siakan.

Udara di pondok telah kami hirup dalam-dalam. Ada yang membuat nafas plong dan lega, namun ada juga semburat warna yang semakin menyesakkan otak dan membuat semangat mondok kami semakin down. Tak jarang diantara kami yang berwajah mendung dengan titik-titik hujannya yang tiada bisa ditebak, bisa muncul kapan saja dan dimanapun kami berada. Kala terduduk termenung meratapi nasib, ada saja teman yang menyapa dan menghibur kami. Inilah yang tiada dua bila kami terkungkung dirumah. Bila tidak akan ada teman yang dapat mengganti posisi keluarga kami disini, namun di Al-Ishlah, guru adalah seorang Ibu, Bapak, Motivator, penunjuk kami dengan hidayah-Nya. Sedangkan teman atau kakak dan adek kelas adalah saudara yang dapat menjadi “gentong” pengaduan yang senantiasa ada untuk menemani bahkan tidak segan membimbing atau mengajari kami, karena teman yang dekat itu jauh lebih baik dari pada sahabat yang jauh. Kami temui beribu corak mereka dengan keunikan bahasa, model, warna kulit, keahlian, kegemaran, bahasa, dan kebiasaan mereka yang bercampur menjadi satu kekuatan jihad meraih mimpi dengan persatuan, bahkan dengan perbedaan ras dan kualitas kami, tapi kami semua hadir untuk saling memberi dan melengkapi. Inti dari ukhuwah islamiah di antara kami, kami belajar untuk “tetap berdiri di tengah badai dengan senantiasa saling mengasihi yang tidak berdaya. Berhati tulus dan sanggup memimpin dirinya sendiri sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain”.

Terkadang bingung, lelah dan gemas yang hinggap di otak dan hati ini memuncak, namun kami yang baru datang di Al-Ishlah tidak mampu membela diri kala kakak kelas atau teman kami mendahului antrian mandi bahkan pernah terjadi piring melayang dan jatuh melukai kaki kami. Memang kebersamaan itu juga melatih kami menanam benih kesabaran, namun setiap hari mata ini tidak bisa membohongi, masih ada kedzaliman dalam mengantri, bahkan tidak sedikit diantara kami baru mengenal kata “nggosob”[9] sejak di pondok. Aneh bin super, namanya juga baju, misjab[10], atau sandal yang tidak pernah bisa berteriak dan kabur apabila digosob, meskipun dinamai sebesar apapun namun niat Si Penggosob tetap mantap serta hatinya belum diketuk sang maha Esa, tetaplah saja di-gosob. Astagfirullah.... dari sinilah kami belajar menjadi “manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan. Tetap jujur dan rendah hati dalam kemenangan”. Tiada duanya !.

Ketika menjadi seorang a'dho’[11], belum menjadi pengurus, kami sering mengeluh kesana kemari, melipat muka dengan segala peraturan yang masih terasa seolah mengekang kami. Tapi semua itu berubah usai kami mengikrar janji dan sumpah yang disaksikan oleh ribuan mata untuk menjadi Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlah (OPPI). Maka, sejak saat itu pula amanah yang tidaklah ringan dan mudah dikalungkan di pundak kami, tidak terasa pun diantara kami ada yang matanya basah air mata, ada pula yang terdiam kaku, ada yang gemetar, namun ada pula yang tertawa dan tersenyum. Sungguh sumpah perdana pada Bapak kyai, Guru di pondok Al-Ishlah telah tertanam di hati kami. Kaki ini terasa lebih berat untuk melangkah, terlintas dalam benak kami, “mampukah kami untuk menjadi lebih baik dan lebih baik”.

Ya Allah tanganMu dan rahmat Engkau selalu kami harapkan agar terbuka tabir cahayaMu dalam menerangi jihad kami. serentak kami bersorak dengan tubuh gemetar dan lidah yang hampir saja kaku, “ Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...!”. Rupanya sumpah dan takbir tadi menjadi detik pertama kami menjabat OPPI, menjadi kakak kelas paling atas yang harus mampu menjadi tauladan dalam segala hal, karena setiap ucapan, dan tindak tanduk kami akan menjadi sorotan adik-adik kami.

***

Kami mulai mengotak atik peraturan dan memperbaikinya semampu kami, tidaklah mudah untuk membuat peraturan. Namun, lebih tidak mudah lagi untuk disiplin dengan peraturan yang kami buat sendiri. Baru kami sadari menjadi OPPI harus memiliki figur yang luar biasa untuk menjadi teladan jempolan bagi adek-adek, karena dulu sebelum menjabat sering tercetus dalam mulut kami, betapa kejamnya OPPI dalam memperingati, kami juga berceloteh, '' menjadi OPPI itu enak. Tinggal membuat peraturan, tapi mereka sendiri yang merusak pondok dengan mencoreng peraturan yang mereka buat sendiri ''. Oooh.... semoga kami jauh lebih baik dari apa yang kami bayangkan. Amiin ya Robb....

Terlalu banyak dan menumpuk noda yang menutupi kesucian pondok Al-Ishlah, dan sebagai OPPI, kami adalah yang berkewajiban untuk membersihkanya. Meski begitu, tidaklah sedikit di antara kami yang mengotorinya kembali, seperti mulai banyak di antara kami yang berjalan lenggang kangkung karena merasa paling tua dan ditakuti adik-adik kami. Namun tidak terhitung pula yang nampak benar-benar menggengam erat amanah itu dan melaksanakanya dengan bersungguh-sungguh. Dari sinilah, kami belajar untuk memahami, bahwasanya sebelum kita mendisiplnkan peraturan organisasi, adalah wajib kita belajar mendisiplinkan diri sendiri terlebih dahulu. “Jangan pernah menyuruh orang lain sebelum menyuruh diri sendiri, jangan pernah melarang orang lain sebelum melarang diri sendiri”

***

Badan Eksekutif Madrasah Aliyah Al-Ishlah ( BESMA ), membuat kami harus memompa kinerja kami, terbang kesana kemari, belajar untuk bekerja dan berbuat banyak hal dengan jadwal begitu padatnya. Dan tentunya, kami dituntut untuk selalu disiplin dalam membagi waktu. Tak jarang karena bingung dan lelahnya sampai tak terhitung diantara kami yang mengantuk di kelas, kadang pula tugas sekolah kami nomer-duakan, Astaghfirullah. Tidak berhenti sampai disini, menjadi seorang pengurus BESMA maupun OPPI haruslah sabar dan multitalenta tentunya. Bagaimana tidak ?. Sebagai OPPI, setiap hari kami membangunkan dan mengajak sholat berjama'ah, kami koreksi goresan inti sari ceramah mereka baik dalam bahasa arab maupun bahasa inggris, mengajar muhadatsah, sekolah, menjagadi dapur waktu makan malam, mengntrol belajar, muhadhoroh, ibadah, kebersihan, mengurus setrika, olahraga, kesehatan, kesenian, membenahi ahlak, bahasa, kedisiplinan, dan tak segan memberi hukuman bagi mereka yang melanggar, belum lagi bila ada sidang BESMA atau OPPI sampai larut malam, ditambah dengan tugas-tugas sekolah yang lain. Semua itu menjadi lebih detail dari sekedar sebagai pengurus pondok-sekolah-diri sendiri. Semua itu tidak bisa kami lakukan layaknya membalik telapak tangan. Namun, Alhamdulilah. Bukan santri sejati bila semangat di dalam jiwa tdidak di diiringi iringan dan bimbingan asatid[12] dan ustaadzaatun[13] yang selalu ada untuk menyalakan obor, semangat jihad kami.

Di sekolah dengan serba serbi peraturan yang mengikat dengan segudang lomba dan kegiatan yang kurang lebih 80% diatur oleh BESMA, termasuk MOS, PONSEL, sampai kepanitiaan dalam pencarian sumbangan hewan qurban, menambah munyeng dan remek tubuh kami.Tapi itulah kehidupan itulah jihad dengan seribu tantangan yang harus dilalui dengan senyum sempurna. Karena hidup tanpa rintangan adalah tiada arti, tapi hidup tiada arti lagi bila rintangan tak mampu terlewati. Dan ini merupakan langkah awal untuk mencapai suksesnya organisasi dalam masyarakat dan negara esok hari.

***

Semakin cepat roda berputar, maka semakin banyak pula batu dan duri yang terlewati yang tak pelak setiap apa yang kami perjuangkan selalu berteman badai kritik dan ejekan. Namun tak sedikit pula dukungan dan deretan senyum yang menyongsong langkah kami. Gonjang-ganjing dunia OPPI dan BESMA telah kami rasakan hingga saatnya kami mewariskan amanah itu kepada adik-adik dibawah kami.

Ya Allah.. dan pada detik inilah kami sudahi rentetan amanah yang bertengger di pundak kami, tapi sungguh senyum yang berkembang ini tak mampu membohongi seribu tangis kesedihan, kekecewaan, penyesalan akan ribuan lubang yang terpampang di hari lalu, sudahkah kami menjalankan amanah dengan penuh kesungguhan ?. Teringat masa lalu yang begitu banyak onak duri yang kami selipkan di sela langkah yang berat itu. Tangis semakin menyeret kami kala pengasuh pondok, ustad Dawam Sholeh dan kepala sekolah Madrasah Aliyah Al-Ishlah, ustad Agus Salim Syukron memberi sepucuk nasehat untuk kami, “teruslah bermimpi dan berlari untuk untuk mengejar mimpi kalian anak-anakku. Dengan putusnya tanggung jawab kalian sebagai OPPI dan BESMA, tidaklah akan pernah putus tugas kalian untuk mewarnai pondok ini dengan tetap menjdi uswah khasanah, ber'ahlaq mulia dan berilmu”. Tangis yang semakin membuai di tengah kebisuan itu tak hanya membuka mata kami, namun terhanyut dalam semangat untuk melangkah lebih maju menjemput mimpi. Ya Allah... Iyyaakana'budu waiyyaaka nasta'iin.

Sudah saatnya kami belajar lebih optimal untuk menghadapi rentetan ujian yang telah menyambut kami di pelupuk mata. Bagai obor jihad dalam perang badar, semangat kami kian hari kian dibakar dengan berbagai ilmu yang semakin menjadi-jadi untuk dipahami. Bersama dengan bekal do’a, usaha, dan tawakkal untuk menghadapi UN yang telah di depan mata. Hari-hari hanya kami lewati dengan belajar di sekolah, bimbel dan belajar di waktu luang. Memeras otak memang jauh lebih menguras energi kami. Dan mengadu kepada-Nya adalah penghela nafas di titik jenuh dunia yang menjadi sebuah trik jitu guna mengistirahatkan kinerja fisik dan rohani kami. Bukanlah hal asing lagi bila kami mengerjakan sholat tahajud berjama'ah di masjid memohon mulusnya hajat yang ingin kami genggam. Yang tak luput jua iringan doa orang tua, guru, sahabat dan nasehat para guru yang tak pernah putus menyertai setiap hari.

Waktu terasa menggigit dan UN akan menjemput di esok hari, biarlah pemerintah membuat dua puluh paket dengan sistem sesuka hati mereka , toh ribuan paket pun akan kami lalui karena kami tidak ingin menelurkan tetesan air mata penyesalan para guru dan orang orang yang menyayangi, mendoakan dan membimbing kami setiap hari. Dan akan sia sia pula kerja otak kami selama ini untuk menjadi kutu buku apabila kesuksesan itu tidak dapat kami genggam dengan bersungguh-sungghuh pada hari ini.

Walhasil “ Allahu Akbar Allahu Akbar...”, Alhamdulilah kucuran keringat dan doa-doa yang mendengung itu mustajab. Karena memang benar Allah Maha Melihat Maha Mendengar lagi Maha mengetahui hamba-Nya. '' Innallaha laa yugoyyirumaa biqoumin hatta yugoyyirumaa biangfusihim ''.

Subhanallah, tinggal hitungan bulan kami mengepakkan sayap kami, terbang menuju ke lembah berikutnya dan hanya menyisakan nama kami yang tertinggal. Untuk itu kami selalu berusaha untuk mengejar waktu demi mengukir deretan prasasti nama yang layak di banggakan. Terbukti banyak juga diantara kami yang benar-benar memegang mahfudhot perrdana kami, ''Man jadda wa jada[14]''. Memang nasib sudah mujur kamanapun terbangnya kalau ridhoNya menyertai, yang tersisa kemudian adalah kemudahan dan keberuntungan dalam meraih prestasi kami baik dalam lomba atau kegiatan apapun itu. Walaupun bisa terhitung jari apa yang dapat mereka banggakan dari prestasi kami , setidaknya ada satu senyuman dari guru yang tak pernah pamrih meneteskan keringatnya untuk masa depan kami esok.

“ Ya Robb tak tertulis dan terlukis jutaan karuniaMu yang menjadi selimut kemudahan dan kelulusan kami .Terimah kasih Ya Rabbi..., tapi kiranya kami dapat meminta lebih muluskan niat kami untuk menduduki bangku Universitas yang paling baik menurut Engkau . Amiiin....“.

***

Sabtu, 8 Juni 2013. Sendangagung-Paciran-Lamongan.

Di hari inilah, bahagia kami terasa mengembang namun kaku. Tertawa namun dibalik itu para tangis tersembunyi di baik tirai hati. Tak dapat disangka, Kesedihan akan hari di mana setiap kalung peluh dan sungai tangis pengembaraan di Ma'had Al-Ishlah itu, datang juga. Ada yang bergetar di sela-sela kegembiraan, sesuatu yang terasa semakin dekat untuk ditinggalkan. Mungkin ini adalah ujung dari perjuangan kami di pondok pesantren Al-Ishlah, namun ini bukanlah ujung dari penerbangan kami, bahkan ini merupakan iftitah[15] dari langkah kami untuk mengayun lebih kencang di medan pertempuran selanjutnya. Subhanallah ... banyak, bahkan hampir keseluruhan diantara kami sukses dalam menerobos benteng Universitas baik negeri maupun swasta. Mungkin terlalu banyak yang menyelipkan sebait doa untuk kami tengah malam hingga banyak pula dari kami yang sepak terjangnya sampai lolos dua bahkan tiga Universitas. Sekali lagi terlintas syukur Alhamdulilah..., pastinya tangan semua guru memegang peran yang tidaklah kecil dari semua itu, terlebih ustad Aman Jami'in, dan para TU yang selau rela ngalor ngidul demi kembangan senyum kami di perguruan tinggi.

Sontak kegiatan wisuda purna siswa periode 2012 - 2013 yang ramai dengan hiruk pikuk tepuk tangan akan diumumkanya santriwan santriwati teladan, berubah menjadi arus tenang, hanyut dalam kebisuan air mata. Inikah nasehat wada' bagi kami dari ustad Dawam Sholeh ?,, Ya Robb betapa berharganya setetes air mata beliau, belum sempat terucap sebait kata, namun pelipis matanya tidak mampu membendung air matanya. Sedangkan kami yang teramat durhaka baru mengikuti air matanya. Nasehat terakhir ini begitu menyentuh, merombak hati sampai tebuka memori canda dan tangis kami dahulu.

''Anak anakku teruslah kalian berlari mewujudkan mimpi kalian, ingat masa depan kalian masih jauh, tetaplah sholat yang rajin layaknya kalian masih menjadi santri di pondok ini. Kami semua telah mema'afkan kalian. Jadilah orang yang benar-benar bermanfa'at, khoirunnaasi anfa'uhum linnaasi dan jadilah generasi penerus bangsa yang layak di banggakan di dunia dan di akhirat, tentunya dengan ilmu kalian . Yarfa’illaahulladziina ‘uutul ‘ilma darojaat “ Muhammad Dawam Shaleh, 8 Juni 2013.


Kala senja datang turun di mata
Menghapus tumpukan debu usang
Nada nada kedaluarsa berceceran
Sumpah serapah bergoyang gemetaran
Tak pasti sampai di ujung sebrang
Kala senja turun di mata

Sungging senyum bertatap dahaga
Tersirat isyarat ombak terbelah dua
Sepi menggalunkan kaki
Membuka cakrawala mimpi
Sinar jemari berlutut abdi

Kala senja turun di mata
Menyeka payah dan lidah
Sembunyi di balik pelukan cerita
Dan detik retak semakin mendorong kuat
Menulis sajak, tangan yang merindu
Bulan di atap rumahmu, membajak malam, menjahit
Masa yang robek pada garis dan telapak kaki
Guru...
di matamu kami berlabuh

(Nur Hayati, dkk)

[1] Sepatu ber-hak tinggi
[2] Meminjam barang milik orang lain tanpa memina izin terlebih dahulu. Sehingga minim sekali taggung jawabnya.
[3] Melihat sesuatu sekilas saja tanpa pernah ingin mengetahui sesuatu yang sebenarnya
[4] Tekad yang kuat
[5] Berusaha dengan sungguh-sungguh
[6] Percakapan ( english = conversation )
[7] Kosa-kosa kata Bahasa Inggris
[8] Kosa-kosa kata bahasa Arab
[9] Meminjam barang milik orang lain tanpa memina izin terlebih dahulu. Sehingga minim sekali taggung jawabnya.
[10] Hanger
[11] Anggota ( Santri ) di bawah kepengurusan
[12] Jamak daru ustadz
[13] Jamak dari ustadzah
[14] Barangsiapa yang bersungguhsungguh pasti akan dapat
[15] Pembukaan, awal